Mangut Lele Asap Mbah Temu Bantul

14.58

Bantul – Berada diujung turunan, tepatnya ditepi sungai bedog dan sungai kontheg, bantul DI Yogoyakarta, warung makan Mbok temu, mangut lelenya sungguh mengugah lidah anda.
Penyajian mangut lelesebenarnyabiasa saja. Di piring tua, dua potong lele goreng basah kuyup terebus dalam kuah santan. Dan ada beberapa cabai utuh meronakan kuningnya kuah, sepiring nasi banjir oleh kuah santan itu, panas nasinya menguapkan wangi bawang merah dan bawang putih.
Kuah yang membalurkan aroma asap kayu bakar, cara memasak kuah mangut yang masih dipertahankan oleh Mbah Temu sejak 32 tahun silam. Rasanya disegarkan rasa sunti dan kencur yang samar
Asal Mula Warung Mbah Temu
Asal muasalwarung itu pun berhulu di tempuran kali, kosakata Jawa untuk menyebut titik persuaan dua sungai. Dalam kepercayaan Jawa, tempuran dianggap lokasi magis sehingga pada malam-malam yang dikeramatkan kerap didatangi orang-orang untuk berendam di sana. Ayah Mbah Temu, Temo Diharjo, adalah juru kunci tempuran itu. Setiap hari pasaran untuk bertapa, Temo Diharjo menjaga barang bawaan para pertapa.
Karena penghidupan keluarga Temo Diharjo memang hanya bertumpu kepada tempuran Sungai Bedog dan Sungai Kontheng, Temu kecil pun tak pernah jauh dari sungai.
Akhirnya ibu beliau, Paikem, berjualan teh, obat-obatan untuk pertapa yang sakit. Waktu saya masih kecil, kami tak pernah menjual makanan . Tetapi orang-orang yang berendam sering mengeluh dan memaksa berjualan makanan, Tutur Mbah temu.
Mbah Temu masih ingat, 32 tahun silam Ayahnya Temo Diharjo membangun sebuah warung kecil di pinggir tempuran itu. Menunya masih sangat sederhana sebatas kudapan seperti berbagai macam gorengan dan mi instan masakan Paikem dan Temu. Selain para pertapa, warung Temu juga menjadi andalan bagi para penambang pasir.
Waktu itu, kami tidak menjual mangut lele. Itu, kan, makanan rumahan. Itu masakan ibu sehari-hari. Orang yang berendam ternyata justru suka dengan mangut lele, kata Temu.
Kini aktivitas petambang pasir didaerah tersebut sudah tidak ada lagi. Para pertapa juga semakin jarang. Namun, warung Mbah Temu telanjur dituturkan dari mulut ke mulut dan dikenal luas, dan punya pelanggan. Mereka ini bukan petapa, bukan petambang pasir, dan benar-benar datang hanya untuk mencari mangut lele, tutur Temu.

Share this

Related Posts

First